Sunday, February 3, 2008

Surat Mengubah Sejarah Antara Dua Tokoh

New York, 5 Desember 1960

Maulana Maududi yth.,

Artikel anda yang bagus sekali berjudul Life After Death (Hidup Sesudah Mati) yang dimuat dalam majalah The Muslim Digest, Durban, Afrika Selatan terbitan bulan Februari 1960 adalah yang terbaik dan paling meyakinkan yang pernah saya baca. Ketika pertama kali saya baca tentang anda dalam tutisan Mazharuddin Siddiqui yang dimuat dalam buku Islam The Straight Path (Islam Jalan-Lurus, editor Kenneth Morgan, Ronald Press, New York 1958) tentang umat Islam di Pakistan, segera saja saya bersimpati sepenuh hati terhadap anda dan masalah-masalah anda, walaupun Mazharuddin Siddiqui adalah seorang modernis khas yang menggambarkan anda dengan gaya menghina.



Pada tahun lalu saya telah berketetapan hati untuk membaktikan kehidupan saya guna berjuang melawan filasafat-filasafat materialistik, sekularisme dan nasionalisme yang sekarang masih merajalela di dunia. Aliran-aliran tersebut tidak hanya mengancam kehidupan Islam saja, tetapi juga mengancam seluruh umat manusia. Untuk itulah telah saya tulis sejumlah artikel, enam di antaranya telah dimuat oleh majalah The Muslim Digest dan The Islamic Review, Woking, England.

Artikel saya yang pertama berjudul Sebuah Kritik terhadap buku "Islam in Modern History" yang ditulis oleh Prof. Wilfred Cantwell Smith, Direktur Islamic Institute di McGill University, Montreal. Saya menentang bahagian demi bahagian argumentasinya yang mengatakan bahwa sekularisme dan westernisme itu sesuai dengan Islam dan bahwa "pembaharuan" Kemal Ataturk di Turki menawarkan model yang paling baik untuk ditiru oleh negara-negara Islam lainnya.

Artikel saya yang kedua berjudul Nasionalisme, Suatu Ancaman terhadap Solidaritas Islam menunjukan betapa tidak sesuai konsep nasionalisme modern dengan konsep ummah atau persaudaraan Islam yang universal.

Artikel saya yang ketiga --dimuat dalam majalah The Islamic Review, bulan Juni 1960 dan majalah The Muslim Digest bulan Agustus 1960 merupakan bantahan terhadap argumentasi Asaf A. Fyzee (wakil Rektor Universitas Kashmir) tentang Islam yang terbaratkan, diperbaharui dan "diliberalkan" sampai suatu titik ia hanya menjadi ungkapan-ungkapan etika yang hampa dan kosong dan tidak mampu memberi dampak terhadap pembentukan masyarakat dan kebudayaan.

Artikel lain yang saya tulis membantah pendapat ahli sosiologi Turki, Ziya Gokalp, yang mencoba untuk memperdayakan pembacanya agar yakin bahwa nasionalisme dan sekularisme itu sesuai dengan Islam (langsung daripadanyalah Kamal Ataturk memperoleh inspirasinya); Sir Sayyid Ahmad Khan yang menuhankan ilmu pengetahuan dan filsafat Eropah abad XIX; Ali Abdur-Raziq dalam buku Islam and the Principles of Government yang ditulisnya sesudah penghapusan khalifahan Usmaniyah yang mencoba menunjukan bahwa kekhalifahan tidak pernah menjadi bahagian integral dari Islam, sehingga harus dijauhkan secara total dan terus-menerus dari negara; Presiden Habib Bourguiba yang tahun lalu menyerang puasa bulan Ramadan dengan menyatakan bahwa puasa Bulan Suci merupakan penghalang bagi pembangunan ekonomi Tunisia; dan Dr. Toha Husein, intelektual dan penulis Mesir buta yang telah mengemukakan dalam bukunya Future and Culture in Egypt bahwa Mesir adalah bagian integral dari Eropa, karenanya perlu melakukan sekularisasi dan westernisasi sepenuhnya.

Mereka yang sering disebut-sebut sebagai muslim "progresif" yang lebih berbahaya dari pada musuh-musuh dari luar, karena mereka menyerang landasan-landasan asasi Islam dari dalam. Tujuan saya menulis artikel-artikel tersebut tidak lain adalah untuk membuka mata kaum muslimin akan fakta ini.

Sekularisme, nasionalisme dan materialisme masa kini diserap dari filosof-filosof yang membangkitkan revolusi Perancis, seperti Voltaire, Rousseau, Montesquieau dan lain-lain. Mereka adalah pembenci-pembenci fanatik terhadap seluruh agama. Merekalah yang bertanggung-jawab terhadap adanya keyakinan yang menyatakan bahwa manusia dapat maju dan mencapai keselamatan tanpa Tuhan. Khayalan bahwa manusia tidak tergantung pada Allah dan bahawa Hari Akhir tidak ada, akan membawa kepada keyakinan bahwa tujuan utama kehidupan umat manusia adalah kemajuan material. Tanpa adanya suasana anti agama yang mematikan ini, maka faham-faham seperti Marxisme, Fascisme, Nazisme, Pragmatisme (seperti yang dipropagandakan oleh John Dewey) dan Zionisme (penyebab tragedi Palestina) tidak akan pernah mengakar. Saya merencanakan untuk menulis artikel lain tentang masalah ini dengan lebih terperinci.

Mungkin anda ingin tahu siapa saya sebenarnya. Saya adalah seorang gadis Amerika, umur 28 tahun, yang begitu tertarik kepada Islam sebagai satu-satunya harapan dalam hidup saya, sehingga saya sekarang ingin berpindah agama. Masalah saya yang pelik adalah kesulitan untuk bertemu dengan orang Islam di daerah pinggiran kota New York, tempat tinggal saya. Lagi pula saya merasa terasing, karena itu tatkala saya dapati artikel anda dalam The Muslim Digest, segera saja saya kirim surat kepada redaksi majalah tersebut untuk meminta alamat anda dengan harapan akan anda balas surat-surat saya.

Bila anda bersedia, kirimkanlah kepada saya beberapa tulisan anda, khususnya brosur yang anda tulis beberapa tahun yang lalu yang berjudul The Process of Islamic Revolution. Karena kita saling mempunyai cita-cita yang sama dan bekerja untuk meraih tujuan yang sama, maka saya ingin sekali menikmati hubungan persahabatan dengan anda dan menolong anda dalam perjuangan anda seboleh-bolehnya.

Salam takzim,
Margaret Marcus

Lahore, 21 Januari 1961

Saudari Marcus yth.,

Assalamu 'alaikum,

Surat anda tertanggal 5 Desember 1960 sampai di sini ketika saya telah pergi ke Saudi Arabia untuk menghadiri undangan Raja Ibnu Saud. Raja ingin mendirikan Universitas Islam di Medinah dia undang saya untuk mempersiapkan rencana tersebut. Karenanya, saya berada di luar negeri kira-kira selama satu bulan. Ketika pulang saya dapatkan surat anda beserta ketiga esai anda. Saya benar-benar tak mampu mengutarakan alangkah bahagianya saya setelah membaca surat dan esai-esai anda.

Sengaja saya tuliskan kata "Assalamu 'alaikum" di awal surat ini, yakni ucapan salam khusus untuk kaum muslimin. Alasannya ialah walaupun anda masih menimbang-nimbang untuk beralih agama, tetapi saya percaya bahwa anda sudah menjadi seorang muslimah. Seseorang yang meyakini keesaan Tuhan, dan meyakini bahwa Muhammad adalah rasulullah dan nabi-Nya yang terakhir, al-Qur'an adalah Kitab-Nya dan juga beriman kepada Hari Akhir, maka ia adalah seorang muslim yang sebenarnya, baik ia dilahirkan sebagai Yahudi, Kristen mahupun dari keluarga yang menyembah berhala.

Gagasan-gagasan anda telah menjadi saksi atas kenyataan bahwa anda beriman terhadap kebenaran-kebenaran yang telah disebutkan di atas. Karenanya, saya pandang anda sebagai seorang muslimah dan sebagai saudara saya seiman. Tidak diperlukan upacara baptis di hadapan pendeta atau yang semacamnya bila seseorang hendak memeluk agama Islam.

Bila anda yakin terhadap kebenaran Islam, maka anda hanya perlu menegaskan dengan sungguh-sungguh bahwa "Tak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul-Nya". Kemudian hendaknya anda ganti nama dengan nama Islam (seperti Aisyah atau Fatimah) lalu membuat pengumuman tentang nama dan agama anda, sehingga dunia Islam secara luas mengetahui bahwa anda adalah anggota persaudaraan Islam. Kemudian anda harus mulai menegakkan shalat wajib lima kali sehari semalam dan menaati perintah-perintah Islam yang lain dengan sabar.

Saya dapati anda telah berada di ambang pintu Islam dan dengan satu langkah pasti lagi anda sudah akan termasuk dalam kelompok orang-orang beriman. Saya pikir langkah terakhir ini akan merupakan puncak yang logis dan wajar dari gagasan-gagasan anda.

Pembantu pribadi saya telah mengirimkan beberapa brosur kepada anda, termasuk yang anda minta. Sebagai tambahan, saya kirimkan pula buku-buku saya. Ketika saya baca artikel-artikel anda, saya merasa seolah-olah sedang membaca gagasan-gagasan saya sendiri. Saya berharap anda rasakan hal yang sama bila anda baca karya-karya saya. Walaupun kenyataannya kita belum saling berkenalan, namun rasa simpati dan kesatuan pemikiran kita adalah hasil langsung dari kenyataan bahwa kita telah memperoleh ilham dari satu sumber yang sama.

Orang-orang Islam kebarat-baratan yang kekurangan semangat Islamnya yang anda sesali itu, adalah hasil terjelek daripada penjajahan barat atas negara-negara Islam. Pukulan yang terberat yang telah ditimpakan oleh penjajahan atas kita bukanlah di lapangan politik ataupun ekonomi, melainkan di bidang pemikiran dan semangat. Imperialisme ini telah menghasilkan banyak budak secara mental, yang bahkan setelah kemerdekaan, masih tetap tunduk pada Barat dan dengan setia mengikuti langkah majikan terdahulu mereka. Dari sudut pandangan inilah saya pikir perang kemerdekaan belum lagi selesai, karena kita masih harus menjalani perang yang panjang melawan orang asing dalam negeri seperti itu.

Dan sekarang saya tak tahan untuk tidak mengungkapkan rasa takjub saya mengenai satu hal. Saya ingin tahu dengan persis bagaimana dan di mana seorang gadis Amerika dapat sampai pada konsepsi Islam yang murni lagi cemerlang seperti itu. Dapatkah anda sisihkan waktu untuk menulis cerita singkat tentang evolusi mental anda, dan mengirimkannya kepada saya? Saya benar-benar dapat mengerti perasaan kesendirian anda karena ketiadaan masyarakat Islam di lingkungan anda. Tentu hal ini adalah penderitaan yang paling berat bagi seorang muslimah yang hidup di negara non-muslim. Tetapi tentu dapat merupakan suatu pelipur bagi anda memahami bahwa di dunia kini tiap orang Islam sejati sama berbagi kepedihan dan keterasingan bersama anda, walaupun mungkin pada tingkat yang lebih ringan atau dalam bentuk lain.

Bila saja anda mengunjungi Pakistan, saya akan berbahagia sekali jika bisa bertemu dengan anda dan mengalu-alu anda sebagai tamu saya. Alangkah gembiranya saya beserta seluruh keluarga bila anda dapat datang dan bersama kami melaksanakan puasa bulan Ramadhan (yang tahun ini akan jatuh pada 17 Februari hingga 18 March). Saya berada di Lahore hingga akhir bulan March, setelah itu saya hendak melawat ke beberapa negara di benua Afrika untuk mengorganisasikan da'wah Islam di sana, Insyaallah. Saya akan kembali berada di Lahore akhir bulan Mei. Saya rencanakan untuk tetap tinggal di Lahore hingga akhir tahun, karenanya, kapan saja anda datang, anda dapat temui saya di rumah.

Saudaramu Seagama,
Abul A'la

No comments: