(Bahasa Asal adalah Urdu dan terjemaah dalam Bahasa Melayu oleh hoteljulietmy@yahoo.com di bawah)
“SHIKWA”
Why must I forever lose, forever forgo profit that is my due,
Sunk in the gloom of evenings past, no plans for the morrow pursue.
Why must I all attentive be to the nightingale’s lament,
Friend, am I as dumb as a flower? Must I remain silent?
My theme makes me bold, makes my tongue more eloquent.
Dust be in my mouth against Allah I make complain.
Before our time, a strange sight was the world You had made:
Some worshipped stone idols; others bowed to trees and prayed.
Accustomed to believing what they saw, the people’s vision wasn’t free,
How then could anyone believe in a God he couldn’t see?
Do you know of anyone one, Lord, who then took Your Name? I ask.
It was the muscle in Muslim’s arm that did Your task.
Once in the fray, firm we stood our ground, never did we yield,
The most lion- hearted of our foes reeled back and fled the field.
Those who rose against You, against them we turn our ire,
What cared we for their sabers? We fought against canon fire.
On every human heart the image of Your Oneness we drew,
Beneath the dagger’s point, we proclaimed your message true.
In the midst of raging battle if the time came to pray,
Hejazi’s turn toMecca, kissed the earth and ceased from fray.
Sultan and slave in single file stood side by side,
Then no servant was nor master, nothing did them divide.
Between serf and lord, needy and rich, difference there was none.
When they appeared in your court, they came as equals and one.
Did we abandon You or Your Arab messenger forsake?
Did we trade in making idols? Did we not idols break ?
Did we forsake love because of the anguish with which it’s fraught?
Give up the tradition of Salaman, forgot what Owais Qarani taught?
The flame of Allah’s greatness still in our hearts we nourish.
The life of Bilal the Ethiop remains the model that we cherish.
Strangers revel in the garden, besides a stream they are sitting;
Wine goblets in their hands, hearing the cuckoo singing.
Far from the garden, far from its notes of revelry,
Your lovers sit by themselves awaiting the moment to praise You.
Rekindle in Your moths passion to burn themselves on the flame;
Bid the old lightning strike, brand our breasts with Your name.
In giving up our lives there is no gladness, nor is there joy in living:
The only pleasure is in writing verses and in our own heart’s blood drinking.
My mind’s mirror is studded with many gems sparkling bright;
In my breast are locked visions aching to burst into light.
But there are none in the garden with eyes to attest;
Not one bleeding tulip bearing a scar within its breast.
JAWAB E SHIKWA
Even to the angels the voice came as a complete surprise;
Nor was the mystery unveiled to other dwellers of the skies.
They wondered: Could celestial heights have become the aim of man’s striving?
Could this pinch of dust have learned the art of flying?
These earth dwellers, how little of manners do they know!
How cheeky and insolent are these habitants of regions down below!
He even rails against Allah, he has become so proud;
Is he the same Adam before whom the angels bowed?
He knows about things, their quantity and quality;
Yes, these he knows, but nothing of the secret of humility.
Their power of speech men always proudly flaunt,
But of the way of speaking they are quite ignorant.
If there were one deserving, We’d raise him to regal splendor,
To those who seek, We would unveil a new world of wonder.’
You have no strength in your hands; in your hearts God has no place;
On the name of my messenger, you people have brought disgrace.
Destroyers of false gods are gone; only the idol maker thrives;
There were days when every Muslim loved the only Allah he knew;
Once upon a time He was your only Beloved; the same Beloved you now call untrue.
Who blotted out the smears of falsehood from the pages of history?
Who freed mankind from the chains of slavery?
The floors of my Kaaba with whose foreheads swept?
Who were they who clasped my Koran to their breasts?
Your forefathers indeed they were; tell us who are you, we pray?
With idle hands you sit awaiting the dawn of a better day.’
‘You are bent on self destruction; for honor and self respect they were known.
Brotherly feelings are alien to you; for brothers lives they gave their own.
All you do is talk and talk; they were men of action, deeds and power;
With reason as your shield and the sword of love in your hand, Servant of God!
The leadership of the world is at your command.
The cry, “ Allah-o-Akbar”, destroys all except God; it is a fire.
If you are true Muslims, your destiny is to grasp what you aspire.
If you break not faith with Mohammed, we shall always be there with you;
What is this miserable world? To write the world’s history, pen and tablet we offer you.
Mohammad Iqbal
Terjemahan hoteljuletmy@yahoo.com
SHIKWA
(Pengaduan, rintihan dan soalan manusia kepada Tuhan)
Mengapa,
Mengapakah harus aku kecundang berputih mata atas pusaka sendiri,
Tenggelam dalam mentari remang tanpa rencana hidup.
Mengapa pula harus aku hirau kicau sendu si burung senja.
Sahabat,
Apakah aku ini tergolong dungu seperti kuntum?
Mestikah aku bungkam seribu bahasa?
Lonjak dhomir ini memaksa aku bingkas,
Makanya lidah ku tiba-tiba terasa petah,
Kendatipun debu penuh berat mulutku,
Namun padamu Allah ku ajukan jua aduku.
Dulu,
Zaman bahari antah berantah jahiliyyah itu,
Panorama kecamuk dunia cipta Mu,
Mereka,
Sipenyembah penyembah berhala itu,
Buatan tangan dari kayu dan batu,
Tegal biasa melihat apa yang nyata cuma.
Padangan terkabut seperti buta.
Lalu harus bagaimana mau percaya pada Tuhan yang tiada rupa.
Aku bertanya:
Adakah Kau tidak tahu wahai Tuhan,
Bahwa tiada siapa yang menyapa namaMu?
Kendatipun demikian,
Di waktu itu...
Kamilah yang menegakkan yang condong
Kamilah yang menyokong yang rebah
kamilah yang membangunkan yang hilang
Hatta si musuhMu,
Sekalipun hatinya singa,
Lintang pukang jua bercawat ekor akhirnya.
Siapa saja yang durjana kami tentang lumat hingga.
Apakah yang kami hairankan kilatan pedang mereka?
Sedangkan peluru api meriam lela kami hadangi dengan dada cuma.
Lalu kami tancapkan di sanubari setiap bani insan,
Kami pahatkan di dada mereka,
Sehingga nyatalah yang Engkau ada.
Di bawah silau senjata tanjam itu pula,
kami proklamasikan risalah Kau itu.
Sedang genderang perang masih azmat,
Tiba pula waktu solat Mu menyeraya sapa,
Tiba-tiba pula kami hadapkan wajah-wajah kami,
Ke Hijaz,
Ke Makkah.
Kami cium kucup bumi turab Mu,
Sehingga kami lupa sirna.
Imma Sultanlah ia,
Wa imma 'abdi pun jua,
Tetaplah kami di dalam saf siaga.
Di kala itu,
Tiada lagi bedanya tuan maupun hamba,
Tiada jurang baka kaya maupun kelana,
Seperti nanti kami mengahadap mahsyar Engkau,
Sama tunduk sama tara.
Wahai!
Adakah kami telah tinggalkan Engkau?
Atau adakah Pesuruh ArabMu itu lalai alpa?
Adakah kami telah gadaikan nizam jual beliMu itu?
Sehingga kami berhalakan niaga itu?
Bukankah kami benar-benar wira pemusnah idola berhala berhala itu?
Ataukah Kau dapati kami tinggalkan rasa cinta semi,
Kerana serik atas dugaan ibtila' tribulasi dari Mu?
Apakah kami telah buang jauh tradisi tinggalan Salman?
Apakah kami telah lupakan pesan titipan Owais Qarni?
Demi!
Bahang api keagunganMu itu masih marak menyala,
Dalam hati darah dan nadi.
Tapak tinggalan Bilal al Habsyi tetap kami selusuri.
Terngiang di cuping kami,
Terbayang di mata kami,
Sang bidadari taman firdausi,
Menjuntai kaki tepian kali syurgawi,
Piala di tangan,
Bersimfoni iringan kicau unggas kayangan.
Jauh di sini,
Pencinta pencintaMu sedang pegun menunggu,
Tasbih taqdis tahmid menderu,
Siap siaga terjun ke dalam api.
Tentangi sambar kilat halilintar itu,
Mendada yang termohor atasnya namaMU.
Namun,
Kurbani jiwa ini bukanlah tanpa duka,
Pun duniawi ini tiada pula indahnya.
Rasa ceria itu hanyalah bila menukilkan bait bait ini,
Yang persis menghiris darah sendiri.
Dalam cermin benak ini,
Gemerlapan pantulan cahaya nilam ma'nikam.
Di dada ini pula,
Tersimpan visi yang meronta,
Ingin menerjah merempuh cahaya.
Namun,
Tiada pula di taman bustani itu,
Mataku dapat menerpa,
Sekalipun hanya sekuntum kembang mala,
Buat ku tegur sapa...
JAWAB E SHIKWA
(Jawaban Tuhan kepada siperintih)
Hairan sang Malaikat mendengar rayu kalian!
Tiada satu pun isi jagat raya yang tertanya mengapa.
Terkesima seperti hijab tak terbuka.
Alangkah ajaibnya! sinis mereka.
Apakah si manusia itu bercita menggapai sehingga ke akhir cakrawala?
Apakah si butir pasir seni itu sudah tumbuh sayap mau terbang menembus angkasa?
Cis!
Si makhluk bumi ini!
Alangkah muflisnya budi pekerti.
Tanpa malu tiada silu dunia yang pana.
Malah serakah bongkak terhadap Allah.
Adakah mereka itu sangka,
Bahwa mereka adalah Adam,
Yang dulunya kita sujudi?
Adakah mereka masih menyangka tahu nama-nama semua?
'Al Asmaa a kullaha'?
Na'am!
Sayang! Tahu semua tapi gersang kontang,
Dari keinsanan dan kehambaan.
Angkuhnya isi kata-kata mu itu,
Tapi sepi sekali tanpa susila.
Berlunjur dahulu sebelum duduk.
Andaikan manusia itu bernilai permata,
Pastinya kami sujudi pendua kali.
Kami singkapkan hijab itu sehingga kasyaf.
Sayang seribu kali,
Dalam tangan mu tiada lagi daya itu,
Lantaran Tuhan tiada lagi bertapa di hati hati mu.
Demi,
Atas nama si PesuruhKu itu,
Kamu kamu dan kamu,
Tiada yang membawa kecuali noda cemar mengaibkan.
Dakwa dakwi mu sebagai pemusnah berhala itu,
Hanyalah retorik cuma.
Penghancur tuhan-tuhan palsu itu hanyalah satira.
Kamu kamu dan kamu,
Sebenar sipenyubur benih penyambah baja berhala itu,
Sehingga Tuhan Allah itu,
Tiada lagi kau beri nyawa.
Benar!
Ada memang nostalgia waktunya si Muslim itu,
Mengenal menyembah hanya Tuhan Allah satu.
Ada memang kenangan silam detiknya,
Cintanya setiap Muslim itu Allah hanya.
Sedetik itu pula kamu jua lah yang menyanggahNya,
Sehingga kamu membuat tuhan-tuhan palsu itu sakral.
Siapakah yang telah membebaskan mu dari perbudakan?
Siapakah yang memerdekakan mereka?
Sehingga dahi-dahi mereka telah menyapu bersih lantai Ka'abahKu?
Siapakah mereka yang telah menanamkan al Quran itu jauh ke dalam dada mereka?
Ya!
Moyang mu! Leluhurmu!
Tapi,
Siapakah pula kamu ini?
Kamu solat,
Kamu ibadat,
Padahal tanganmu terkunci.
Kamu mengharap hari-hari untung mendatang cepat,
Padahal mereka itu hidup hanya mengharap kemuliaan dan hurmah.
Tapi kamu?
Kamu lah yang memusnahkan hari-hari mu.
Yang dinamakan ukhuuwah itu terlalu asing buat mu.
Sedangkan ukhuuwah mereka itu,
Memberi nyawa pada yang lain.
Yang pasti kau tau,
Adalah bercakap tanpa henti, berkhutbah, berceramah,
berkertas kerja, berseminar dan berarak di hari maulid.
Menambah apa yang tak kurang,
Mengurang apa yang genap.
Kamulah yang menunggangbalikkan nama Islam,
Berlindung di sebalik nama,
Musang berbulu ayam,
Syaitan berpakaian alim.
Sedang mereka pula berjuang atas darah,
Berjihad menumpas muluk muluk cemar,
Menegak kuasa benar membenam bathil.
Kalau sebenar minda mu jadi perisai,
Kalau sebenar cinta mu jadi pedang,
Pasti pula kaulah juara di dunia.
Pekikan takbir Allahu Akbar benar-benar membakar,
Pastinya terpadam pendam tuhan tuhan palsu itu.
Kalau benar kau muslim sejati,
Mengapa tidak kau genggam takdir mu kemas rapat'
Kalau benar iman itu pada Muhammad Ku,
Pastinya pula Kami di situ bersebelahmu.
Alangkah hina dirinya dunia!
Kalamkanlah!
Rakamkanlah!
Penakanlah sejarah baru duniamu...
Friday, December 14, 2007
Saolan Hamba dan Jawapan Tuhan - poem Mohammad Iqbal
-> ABAH & ATUK @ 5:02 PM
No comments:
Post a Comment